RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN ...
TENTANG
APARATUR SIPIL NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa
dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa sebagaimana tercantum dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu
dibangun aparatur sipil negara yang profesional, bebas dari intervensi
politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu
menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran
sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan
bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa untuk mewujudkan aparatur sipil
negara sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu ditetapkan aparatur sipil
negara sebagai profesi dan pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara yang
berdasarkan pada perbandingan antara kompetensi dan kualifikasi yang
diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki calon
dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan sejalan
dengan tata kelola pemerintahan yang baik;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sudah tidak sesuai dengan penyelenggaraan
kepegawaian sehingga perlu diganti;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang
tentang Aparatur Sipil Negara;
|
Mengingat : Pasal
20 ayat (1), ayat (2), dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
|
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Aparatur
Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri
sipil, pegawai tidak tetap pemerintah, dan anggota kepolisian negara Republik
Indonesia yang bekerja pada instansi dan perwakilan, memiliki nilai-nilai
dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme, serta memiliki kualifikasi dan kompetensi tertentu.
2.
Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat
Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai tidak tetap pemerintah yang
diangkat oleh pejabat yang berwenang secara kompetitif berdasarkan kompetensi dan kualifikasi, dan diserahi tugas untuk
melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan dan tugas pembangunan
tertentu, profesional, memiliki nilai-nilai dasar, etika profesi, bebas dari
intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta
digaji berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS
adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan dan diangkat oleh
pejabat yang berwenang sebagai Pegawai ASN dengan status pegawai tetap, bekerja
di instansi dan perwakilan, untuk menjalankan tugas pelayanan publik, tugas
pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu, dan dibiayai oleh Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara sampai mencapai batas usia pensiun, meninggal
dunia, berhalangan tetap dan/atau diberhentikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
4.
Pegawai Tidak Tetap Pemerintah adalah warga negara
Indonesia yang memenuhi persyaratan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang
sebagai Pegawai ASN dengan status pegawai tidak tetap dengan perjanjian kerja
untuk menjalankan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas
pembangunan tertentu dalam masa kerja tertentu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5.
Manajemen Aparatur Sipil Negara adalah pengelolaan ASN
untuk menghasilkan Pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai-nilai dasar,
etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme.
6.
Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara adalah rangkaian
informasi dan data mengenai Pegawai ASN yang disusun secara sistematis,
menyeluruh, dan terintegrasi dengan berbasis teknologi.
7.
Jabatan Eksekutif Senior adalah sekelompok jabatan tertinggi pada instansi dan perwakilan.
8.
Aparatur Eksekutif Senior adalah Pegawai ASN yang
menduduki Jabatan Eksekutif Senior melalui seleksi secara nasional yang
dilakukan oleh komisi aparatur sipil negara dan diangkat oleh Presiden.
9.
Jabatan Administrasi adalah sekelompok jabatan yang berisi
tugas pokok dan fungsi berkaitan dengan pelayanan administrasi, manajemen
kebijakan pemerintahan, dan pembangunan.
10. Pegawai Jabatan Administrasi adalah Pegawai ASN yang menduduki Jabatan
Administrasi pada instansi dan perwakilan.
11. Jabatan Fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi tugas pokok dan
fungsi berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan
keterampilan tertentu.
12. Pegawai Jabatan Fungsional adalah Pegawai ASN yang menduduki Jabatan
Fungsional pada instansi dan perwakilan.
13. Pejabat yang Berwenang adalah pejabat karier tertinggi pada instansi dan perwakilan.
14. Instansi adalah instansi pusat dan instansi daerah.
15. Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah non-kementerian,
kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga non-struktural.
16. Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah
kabupaten/kota yang meliputi sekretariat daerah, sekretariat Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah.
17. Perwakilan adalah perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang
meliputi Kedutaan Besar Republik Indonesia, Konsulat Jenderal Republik
Indonesia, Konsulat Republik Indonesia, Perutusan Tetap Republik Indonesia pada
Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Perwakilan Republik Indonesia yang bersifat
sementara.
18. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
pendayagunaan aparatur negara.
19. Komisi Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat KASN adalah lembaga
negara yang mandiri, bebas dari intervensi
politik, dan diberi kewenangan untuk menetapkan regulasi mengenai profesi ASN,
mengawasi Instansi dan Perwakilan dalam melaksanakan regulasi, dan tugas lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
20. Lembaga Administrasi Negara yang selanjutnya disingkat LAN adalah lembaga
yang diberi kewenangan berdasarkan Undang-Undang ini.
21. Badan Kepegawaian Negara yang selanjutnya disingkat BKN adalah badan yang
diberi kewenangan berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 2
Penyelenggaraan manajemen ASN dilakukan berdasarkan asas:
a.
kepastian hukum;
b.
profesionalitas;
c.
proporsionalitas;
d.
keterpaduan;
e.
delegasi;
f.
netralitas;
g.
akuntabilitas;
h.
persatuan dan kesatuan;
i.
keadilan dan kesetaraan;
dan
j. kesejahteraan.
Pasal 3
ASN sebagai profesi
berlandaskan pada prinsip sebagai berikut:
a. memiliki nilai
dasar;
b. memiliki kode
etik;
c. memiliki
komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pada pelayanan publik;
d. memiliki
kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. memiliki
kualifikasi akademik;
f. memiliki
jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas; dan
g. memelihara profesionalitas jabatan dan
mengusahakan kesejahteraan.
BAB II
JENIS, STATUS, DAN KEDUDUKAN
Bagian Kesatu
Jenis
Pasal 4
(1) Pegawai ASN terdiri dari:
a. PNS;
b. Pegawai Tidak Tetap Pemerintah; dan
c. Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Ketentuan
mengenai Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c diatur dengan undang-undang tersendiri.
Pasal 5
Jabatan ASN terdiri dari:
a. Jabatan
Administrasi;
b. Jabatan
Fungsional; dan
c. Jabatan Eksekutif Senior.
Bagian Kedua
Status
Pasal 6
(1) PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 huruf a merupakan pegawai yang berstatus pegawai tetap dan memiliki Nomor
Induk Pegawai.
(2) Pegawai Tidak Tetap Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b merupakan pegawai yang diangkat
dengan perjanjian kerja dalam jangka waktu paling singkat 12 (dua belas) bulan
pada Instansi dan Perwakilan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
persyaratan dan tata cara pengadaan Pegawai Tidak Tetap Pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
(1) Pimpinan Instansi dan
Perwakilan dapat mengangkat tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja
bidang tertentu untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan.
(2) Untuk memenuhi kebutuhan tenaga
kerja dalam bidang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan
Instansi dan Perwakilan dapat mengadakan kerjasama dengan perusahaan jas`
penyedia tenaga kerja.
(3) Tenaga kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak berstatus sebagai Pegaw`i ASN dari Instansi
bersangkutan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengangkatan tenaga kerja dalam bidang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Kedudukan
Pasal 8
(1) Pegawai ASN berkedudukan di
pusat, daerah, dan perwakilan luar negeri.
(2) Pegawai ASN yang bekerja pada
Instansi Pusat, Instansi Daerah, dan Perwakilan merupakan satu kesatuan ASN.
Pasal 9
(1) Pegawai ASN melaksanakan
kebijakan yang ditetapkan oleh Pimpinan Instansi dan Perwakilan.
(2) Pegawai ASN harus bebas dari
pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.
(3) Pegawai ASN dilarang menjadi
anggota dan/atau pengurus partai politik.
Bagian Keempat
Jabatan Administrasi
Pasal 10
(1) Jabatan Administrasi dalam ASN
terdiri dari jabatan pelaksana, jabatan pengawas, dan jabatan administrator.
(2) Jabatan pelaksana bertanggung
jawab melaksanakan kegiatan pelayanan publik, administrasi pemerintahan, dan
pembangunan.
(3) Jabatan pengawas bertanggung
jawab mengawasi pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pelaksana.
(4) Jabatan administrator
bertanggung jawab memimpin pelaksanaan seluruh kegiatan pelayanan publik,
administrasi pemerintahan, dan pembangunan.
(5) Setiap jabatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan kompetensi yang
dibutuhkan.
(6) Penetapan kompetensi yang
dibutuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
(7) Ketentuan mengenai klasifikasi Jabatan
Administrasi diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kelima
Jabatan Fungsional
Pasal 11
(1) Jabatan Fungsional dalam ASN
terdiri dari jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan.
(2) Jabatan fungsional keahlian
terdiri dari ahli pertama, ahli muda, ahli madya, dan ahli utama.
(3) Jabatan fungsional keterampilan
terdiri dari pemula, terampil, dan mahir.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB III
APARATUR EKSEKUTIF SENIOR
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 12
(1) Aparatur Eksekutif Senior
merupakan unsur ASN yang menduduki jabatan eksekutif pada Instansi dan
Perwakilan.
(2) Aparatur Eksekutif Senior berfungsi memimpin
dan mendorong setiap Pegawai ASN pada Instansi dan Perwakilan melalui:
a. kepeloporan
dalam bidang:
1. keahlian
profesional;
2. analisis dan
rekomendasi kebijakan; dan
3. kepemimpinan
manajemen.
b. mengembangkan
kerjasama dengan Instansi lain; dan
c. keteladanan dalam mengamalkan
nilai-nilai dasar ASN dan melaksanakan kode etik ASN.
(3) Pejabat Eksekutif Senior yang menduduki jabatan eksekutif tertinggi pada
Instansi dan Perwakilan berfungsi sebagai Pejabat yang Berwenang dalam bidang
kepegawaian ASN pada Instansi dan Perwakilan.
(4) Ketentuan mengenai hak,
kewajiban, dan kewenangan Pejabat Eksekutif Senior diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Jabatan Eksekutif Senior
Pasal 13
(1) Jabatan Eksekutif Senior
terdiri dari pejabat struktural tertinggi, staf ahli, analis kebijakan, dan
pejabat lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Setiap Jabatan Eksekutif Senior
ditetapkan kompetensi, kualifikasi, integritas, dan persyaratan lain yang
dibutuhkan.
(3) Pejabat Eksekutif Senior
dilarang merangkap jabatan lain baik dalam jabatan negara maupun jabatan
politik.
(4) Penetapan
kompetensi, kualifikasi, integritas, dan persyaratan lain yang dibutuhkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Pengadaan
Pasal 14
(1) Pengisian Jabatan Eksekutif
Senior pada jabatan struktural tertinggi kementerian, kesekretariatan lembaga
negara, lembaga pemerintah non kementerian, staf ahli, dan analis kebijakan
dilakukan melalui promosi dari PNS yang berasal dari seluruh Instansi dan
Perwakilan.
(2) Pengisian Jabatan Eksekutif
Senior, khusus pada jabatan struktural tertinggi lembaga pemerintah non
kementerian, staf ahli, dan analis kebijakan dapat berasal dari Non PNS yang ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.
(3) Pengadaan Pejabat Eksekutif
Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh KASN.
(4) Pejabat yang Berwenang atau
pimpinan Instansi dan Perwakilan mengajukan permintaan pengisian jabatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan mengajukan kompetensi dan kualifikasi
serta jabatan yang lowong kepada KASN.
(5) KASN mengumumkan lowongan
jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ke seluruh Instansi dan Perwakilan
disertai dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan lain yang dibutuhkan.
(6) Calon Pejabat Eksekutif Senior
yang memenuhi kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan lain yang dibutuhkan
berhak mengajukan lamaran kepada KASN.
(7) KASN melakukan seleksi untuk
memilih 1 (satu) orang calon Pejabat Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(8) Sebelum menduduki jabatannya,
calon Pejabat Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud pada ayat (7) mengucapkan
sumpah/janji di hadapan pimpinan Instansi atau Perwakilan.
Bagian Keempat
Gaji, Tunjangan, dan Jaminan Sosial
Pasal 15
(1) Aparatur Eksekutif Senior
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) berhak atas gaji, tunjangan, dan
jaminan sosial.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
gaji, tunjangan, dan jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.
BAB IV
FUNGSI, TUGAS, DAN PERAN
Bagian Kesatu
Fungsi
Pasal 16
Pegawai ASN berfungsi sebagai:
a. pelaksana kebijakan
publik;
b. pelayan publik;
dan
c. perekat bangsa.
Bagian Kedua
Tugas
Pasal 17
Pegawai ASN bertugas:
a. melaksanakan
kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Negara;
b. memberikan
pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
c. mempererat
persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bagian Ketiga
Peran
Pasal 18
Pegawai ASN berperan mewujudkan tujuan pembangunan nasional melalui
pelayanan publik xang profesional,
bebas dari intervensi politik, dan bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
BAB V
NILAI-NILAI
DASAR
Pasal 19
(1) Nilai-nilai
dasar ASN dalam menjalankan tugasnya adalah sebagai berikut:
a. memegang
teguh nilai-nilai dalam ideologi negara Pancasila;
b. setia dan mempertahankan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. menjalankan
tugas secara profesional dan tidak berpihak;
d. membuat
keputusan berdasarkan prinsip keahlian;
e. menciptakan
lingkungan kerja yang non-diskriminatif;
f. memelihara dan
menjunjung tinggi standar etika yang luhur;
g. mempertanggungjawabkan
tindakan dan kinerjanya kepada publik;
h. memiliki
kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program Pemerintah;
i. memberikan
layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya
guna, berhasil guna, dan santun;
j. mengutamakan
kepemimpinan berkualitas tinggi;
k. menghargai
komunikasi, konsultasi, dan kerjasama;
l. mengutamakan
pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai;
m. mendorong
kesetaraan dalam pekerjaan; dan
n. meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan
yang demokratis sebagai perangkat sistem karier.
(2) Pelanggaran
terhadap nilai-nilai dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administrasi.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 20
Pegawai ASN berhak memperoleh:
a. gaji, tunjangan, dan kesejahteraan yang adil
dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya;
b. cuti;
c. pengembangan
kompetensi;
d. biaya perawatan;
e. tunjangan bagi
yang menderita cacat jasmani atau cacat rohani dalam dan sebagai akibat
menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkan tidak dapat bekerja lagi
dalam jabatan apapun;
f. uang duka; dan
g. pensiun bagi yang telah mengabdi kepada
negara dan memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 21
Pegawai ASN wajib:
a. setia dan taat
kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa;
c. menaati semua
ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. melaksanakan
tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian, kejujuran,
kesadaran, dan tanggung jawab;
e. menunjukkan
integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, tindakan, dan ucapan kepada
setiap orang baik di dalam maupun di luar kedinasan; dan
f. menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat
mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
KODE ETIK
Pasal 22
(1) Pegawai ASN
wajib memahami dan menjunjung tinggi kode etik untuk menjaga martabat dan
kehormatan.
(2) Kode
etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat ketentuan bahwa Pegawai ASN:
a. menjalankan
tugas dengan jujur, hati-hati, rajin, dan berintegritas;
b. bersikap
hormat, sopan, dan santun;
c. menaati
ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. taat pada
arahan dari atasan atau Pejabat yang Berwenang;
e. menjaga
kerahasiaan yang berkaitan dengan kebijakan yang dibuat oleh Pejabat Negara;
f. menggunakan
kekayaan dan barang milik negara dengan sebaik dan seefisien mungkin untuk
kepentingan masyarakat;
g. menjaga agar
tidak terjadi pertentangan kepentingan dalam pelaksanaan tugasnya;
h. memegang teguh
nilai-nilai dasar ASN dengan selalu menjaga reputasi dan integritas profesi
dalam menjalankan tugasnya; dan
i. dilarang menyalahgunakan informasi publik
dan/atau tugas, status, kekuasaan, dan jabatannya untuk mendapatkan, mencari
keuntungan, serta manfaat bagi diri sendiri atau orang lain.
(3) Pejabat yang
Berwenang wajib mengenakan sanksi terhadap pelanggaran kode etik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai kode etik Pegawai ASN, sanksi, dan tata beracara
penyelesaian dugaan pelanggaran kode etik Pegawai ASN diatur dengan Peraturan
KASN.
BAB VIII
KELEMBAGAAN
Pasal 23
(1) Presiden
sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi
pembinaan dan manajemen ASN.
(2) Untuk melakukan pembinaan profesi dan Pegawai ASN, Presiden mendelegasikan
sebagian kekuasaan pembinaan dan manajemen ASN kepada:
a. Menteri,
berkaitan dengan kewenangan perumusan kebijakan umum pendayagunaan Pegawai ASN;
b. KASN, berkaitan
dengan kewenangan perumusan kebijakan pembinaan profesi ASN dan pengawasan
pelaksanaannya pada Instansi dan Perwakilan;
c. LAN, berkaitan
dengan kewenangan penelitian dan pengembangan administrasi pemerintahan negara,
pembinaan pendidikan dan pelatihan Pegawai ASN, dan penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan untuk penjenjangan Aparatur Sipil Negara; dan
d. BKN,
berkaitan dengan kewenangan pembinaan manajemen Pegawai ASN, penyusunan materi
seleksi umum calon Pegawai ASN, pembinaan Pusat Penilaian Kinerja Pegawai ASN,
pemeliharaan dan pengembangan Sistem Informasi Pegawai ASN, dan pembinaan
pendidikan fungsional analis kepegawaian.
Pasal 24
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf
a berwenang menetapkan kebijakan pendayagunaan Pegawai ASN sebagai berikut:
a. menetapkan
analisis keperluan Pegawai ASN untuk semua Instansi dan Perwakilan;
b. menetapkan
klasifikasi jabatan Pegawai ASN;
c. menetapkan
skala penggajian dan tunjangan Pegawai ASN;
d. menetapkan
sistem pensiun Pegawai ASN;
e. melakukan
pemindahan Pegawai ASN antarjabatan, antardaerah, dan antar-Instansi;
f. memberhentikan
sementara Pegawai ASN yang diangkat sebagai Pejabat Negara dari status kepegawaiannya;
g. mengaktifkan
status kepegawaian Pegawai ASN yang telah menyelesaikan tugas sebagai Pejabat
Negara;
h. mengangkat
kembali Pegawai ASN yang telah menyelesaikan masa bakti sebagai Pejabat Negara
pada jabatan ASN;
i. menindak
Pejabat yang Berwenang atas penyimpangan terhadap tata cara manajemen Pegawai ASN
yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan; dan
j. mengoordinasi pelaksanaan tugas BKN dan LAN.
Pasal 25
(1) KASN sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b berwenang:
a. menetapkan
peraturan mengenai kebijakan pembinaan profesi ASN;
b. melakukan
pengawasan pelaksanaan peraturan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
c. melakukan
penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran peraturan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a; dan
d. melakukan manajemen kepegawaian Pejabat Eksekutif Senior.
(2) Selain
wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KASN berwenang menyampaikan saran
kepada Presiden, Menteri, kepala daerah, atau pimpinan penyelenggara negara
lainnya untuk perbaikan, peningkatan kekuatan, dan kemampuan ASN.
Pasal 26
LAN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c
berwenang:
a. melakukan
kegiatan pengkajian;
b. merencanakan
dan menyelenggarakan pembinaan pendidikan dan pelatihan untuk pengembangan
kapasitas ASN; dan
c. menyelenggarakan
lembaga pendidikan Aparatur Sipil Negara.
Pasal 27
(1) BKN sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf d berwenang menyelenggarakan pembinaan dan
manajemen kepegawaian ASN, menyusun materi seleksi umum calon Pegawai ASN, menyelenggarakan Pusat
Penilaian Kinerja Pegawai ASN, dan pembinaan pendidikan fungsional analis
kepegawaian.
(2) BKN
bertanggung jawab memelihara dan mengembangkan Sistem Informasi Pegawai
ASN melalui:
a. pengumpulan data
dan pencatatan informasi Pegawai ASN;
b. pemberian
informasi data Pegawai ASN; dan
c. penataan administrasi Pegawai ASN.
BAB IX
KASN
Bagian Kesatu
Sifat, Asas, Tujuan,
dan Kedudukan
Paragraf 1
Sifat
Pasal 28
KASN
merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya.
Paragraf 2
Asas
Pasal 29
KASN dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya berasaskan:
a. profesionalitas;
b. keadilan;
c. non-diskriminasi;
d. tidak memihak;
e. keterbukaan;
f. akuntabilitas;
dan
g. kerahasiaan.
Paragraf
3
Tujuan
Pasal 30
KASN bertujuan:
a. meningkatkan
kekuatan dan kemampuan ASN dalam penyelenggaraan pelayanan publik, melaksanakan
tugas pemerintahan dan pembangunan untuk mencapai tujuan negara;
b. menjamin agar ASN
bebas dari campur tangan politik;
c. mendorong penyelenggaraan
negara dan pemerintahan negara yang efektif, efisien, jujur, terbuka, bersih
dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme;
d. menciptakan
sistem kepegawaian sebagai perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia;
e. membangun ASN yang profesional, berkemampuan tinggi,
berdedikasi, dan terdepan dalam manajemen kebijakan publik;
f. mewujudkan
negara hukum yang demokratis, adil, dan sejahtera; dan
g. melakukan pembinaan Pejabat Eksekutif Senior.
Paragraf 4
Kedudukan
Pasal 31
KASN berkedudukan di ibukota negara.
Bagian Kedua
Fungsi, Tugas, dan Wewenang
Paragraf 1
Fungsi
Pasal 32
KASN
berfungsi menetapkan peraturan mengenai profesi ASN dan mengawasi pelaksanaan
regulasi tersebut oleh Instansi dan Perwakilan.
Paragraf 2
Tugas
Pasal 33
KASN bertugas:
a. mempromosikan
nilai-nilai dasar dan kode etik ASN;
b. mengevaluasi
pelaksanaan nilai-nilai dasar ASN oleh Instansi dan Perwakilan;
c. menyusun
pedoman analisis keperluan pegawai;
d. memberikan
pertimbangan kepada Menteri dalam penetapan kebutuhan pegawai;
e. mengusulkan
calon Pejabat Eksekutif Senior terpilih pada Instansi dan Perwakilan kepada
Presiden untuk ditetapkan;
f. menyusun,
meninjau ulang, dan mengevaluasi kebijakan dan kinerja ASN pada Instansi dan
Perwakilan;
g. mengevaluasi
sistem dan mekanisme kerja Instansi dan Perwakilan untuk menjamin pelaksanaan peraturan
perundang-undangan mengenai disiplin ASN; dan
h. melakukan tugas
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Wewenang
Pasal 34
Selain wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, KASN berwenang:
a. menerima pengaduan atau masukan dari kepala daerah
mengenai kinerja Pejabat yang Berwenang;
b. melakukan mediasi antara kepala daerah dengan Pejabat
yang Berwenang di daerah; dan
c. melakukan penggantian Pejabat yang Berwenang pada
Instansi daerah apabila diperlukan.
Pasal 35
KASN menyampaikan laporan
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya termasuk yang terkait dengan
kebijakan dan kinerja ASN pada setiap akhir tahun kepada Presiden.
Bagian Ketiga
Susunan dan Keanggotaan KASN
Paragraf 1
Susunan
Pasal 36
(1) KASN terdiri atas:
a. 1 (satu) orang
ketua merangkap anggota;
b. 1 (satu) orang
wakil ketua merangkap anggota; dan
c. 5 (lima) orang anggota.
(2) Dalam hal
Ketua KASN berhalangan, Wakil Ketua KASN menjalankan tugas dan wewenang Ketua
KASN.
Pasal 37
(1) KASN dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya dibantu oleh asisten KASN.
(2) Asisten KASN
diangkat dan diberhentikan oleh Ketua KASN berdasarkan persetujuan rapat anggota
KASN.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian serta
tugas dan tanggung jawab asisten KASN diatur dengan Peraturan KASN.
Pasal 38
(1) KASN dibantu
oleh sebuah sekretariat yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal.
(2) Sekretaris
Jenderal diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul KASN.
(3) Syarat dan
tata cara pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Jenderal KASN dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) &nbrp; Ketentuan
lebih lanjut mengenai kedudukan, susunan organisasi, fungsi, tugas, wewenang,
dan tanggung jawab Sekretariat Jenderal diatur dengan Peraturan Presiden.
Paragraf 2
Keanggotaan
Pasal 39
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota KASN dari anggota KASN
terpilih yang diusulkan oleh tim seleksi ditetapkan oleh Presiden selaku Kepala
Negara.
Pasal 40
(1) Anggota KASN terdiri dari
unsur sebagai berikut:
a. wakil
pemerintah sebanyak 1 (satu) orang;
b. akademisi
sebanyak 2 (dua) orang;
c. tokoh masyarakat
sebanyak 1 (satu) orang;
d. wakil
organisasi ASN sebanyak 1 (satu) orang; dan
e. wakil daerah sebanyak 2 (dua) orang.
(2) Anggota KASN harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. warga negara
Indonesia;
b. setia dan taat
kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. tidak menjadi
anggota partai politik dan/atau tidak sedang menduduki jabatan politik;
d. sehat jasmani
dan rohani;
e. memiliki kemampuan,
pengalaman, dan pengetahuan di bidang manajemen ASN;
f. berpendidikan
paling rendah pascasarjana (strata dua) di bidang administrasi negara,
manajemen publik, ilmu hukum, dan/atau ilmu pemerintahan; dan
g. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan
keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap karena
melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
Pasal 41
(1) Anggota KASN
diseleksi dan diusulkan oleh tim seleksi yang beranggotakan 5 (lima) orang yang
dibentuk oleh Menteri.
(2) Anggota tim
seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Menteri.
(3) Anggota tim
seleksi harus memiliki pengalaman dan pengetahuan di bidang ASN.
(4) Tim seleksi
menyampaikan 7 (tujuh) orang anggota KASN terpilih kepada Presiden untuk
ditetapkan.
(5) Presiden
sebagai Kepala Negara menetapkan Ketua, Wakil Ketua, dan anggota KASN.
(6) Ketua, Wakil Ketua,
dan anggota KASN ditetapkan dan diangkat oleh Presiden untuk masa jabatan
selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa
jabatan.
(7) Anggota KASN
berhenti atau diberhentikan oleh Presiden pada masa jabatannya, apabila:
a. meninggal
dunia;
b. mengundurkan
diri;
c. tidak sehat
jasmani atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai anggota
KASN;
d. dihukum penjara
berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang
tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun; atau
e. menjadi anggota partai politik dan/atau
menduduki jabatan politik.
(8) Anggota KASN
yang berhenti pada masa jabatannya digantikan oleh calon anggota yang dipilih
oleh Presiden berdasarkan usulan Menteri.
BAB X
MANAJEMEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 42
(1) Manajemen ASN meliputi:
a. penetapan kebutuhan
dan pengendalian jumlah;
b. pengadaan;
c. jabatan;
d. pola karier;
e. penggajian,
tunjangan, kesejahteraan, dan penghargaan;
f. sanksi dan
pemberhentian;
g. pensiun; dan
h. perlindungan.
(2) Manajemen ASN
di daerah dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Kedua
Penetapan Kebutuhan
dan Pengendalian Jumlah
Pasal 43
Penetapan kebutuhan Pegawai ASN merupakan analisis
keperluan jumlah, jenis, dan status Pegawai ASN yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas utama secara efektif dan efisien untuk mendukung beban kerja
Instansi dan Perwakilan.
Pasal 44
(1) Pejabat
yang berwenang pada Instansi mengusulkan kebutuhan pegawai ASN di Instansi
masing-masing kepada Menteri serta mengirim tembusan kepada KASN.
(2) Kebutuhan Pegawai
ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kebutuhan pegawai administrasi,
pegawai fungsional, maupun untuk mengisi Jabatan Eksekutif Senior.
(3) Pengusulan
kebutuhan Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan analisis keperluan pegawai.
(4) Menteri
menetapkan kebutuhan Pegawai ASN secara nasional setelah mendapat pertimbangan
dari KASN dan Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang keuangan.
(5) Penetapan
kebutuhan Pegawai ASN oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan
sebagai wujud tanggung jawab pengendalian jumlah Pegawai ASN dan menjaga proporsionalitas
Pegawai ASN antar-Instansi.
(6) Menteri mengumumkan
penetapan kebutuhan Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Ketentuan mengenai pedoman penyusunan analisis keperluan pegawai sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan KASN.
Bagian Ketiga
Pengadaan
Pasal 45
(1) Pengadaan calon Pegawai ASN
merupakan kegiatan untuk mengisi jabatan yang lowong.
(2) Pengadaan
calon Pegawai ASN di Instansi dilakukan berdasarkan penetapan kebutuhan yang
ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4).
(3) Pengadaan calon Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
tahapan perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil
seleksi, masa percobaan, dan pengangkatan menjadi Pegawai ASN.
Pasal 46
Setiap Instansi merencanakan pelaksanaan pengadaan calon Pegawai
ASN.
Pasal 47
Setiap Instansi mengumumkan secara terbuka kepada
masyarakat mengenai adanya lowongan jabatan calon Pegawai ASN.
Pasal 48
(1) Setiap warga negara Indonesia
mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi calon Pegawai ASN setelah
memenuhi persyaratan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri dengan
pertimbangan KASN.
Pasal 49
(1) Seleksi penerimaan calon Pegawai
ASN dilaksanakan oleh Instansi atau Perwakilan untuk mengevaluasi secara
obyektif kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan,
dan yang dimiliki oleh pelamar.
(2) Seleksi calon Pegawai ASN
terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu seleksi administrasi, seleksi umum, dan
seleksi khusus.
(3) Seleksi administrasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Instansi atau Perwakilan masing-masing
untuk memeriksa kelengkapan persyaratan.
(4) Instansi atau Perwakilan yang
menerima pendaftaran calon Pegawai ASN memberikan nomor peserta penyaringan
bagi pelamar yang sudah lulus persyaratan administrasi.
(5) Seleksi umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Instansi atau Perwakilan masing-masing
dengan materi yang disusun oleh BKN.
(6) Seleksi
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan oleh Instansi atau
Perwakilan dilakukan dengan membandingkan secara obyektif kualifikasi dan
kompetensi yang dipersyaratkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan
persyaratan yang dibutuhkan oleh pelamar.
Pasal 50
Pengumuman tahapan seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2)
dilaksanakan secara terbuka, luas, dan informatif oleh Instansi masing-masing.
Pasal 51
Calon Pegawai ASN yang lulus seleksi wajib menjalani masa
percobaan.
Pasal 52
(1) Masa percobaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 bagi calon pegawai administratif dan calon pegawai fungsional
yang lulus seleksi dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan selama 1
(satu) tahun.
(2) Pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk pendidikan di dalam kelas oleh LAN atau
Instansi yang telah mendapat sertifikasi dari LAN.
(3) Pelatihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk pelatihan kerja di Instansi yang
bersangkutan dan di Instansi pembina jabatan fungsional bagi calon Pegawai Jabatan
Fungsional.
Pasal 53
(1) Calon Pegawai ASN menjadi Pegawai ASN dalam
suatu jabatan didasarkan pada ketentuan sebagai berikut:
a. telah lulus
pendidikan dan pelatihan;
b. telah memenuhi
syarat kesehatan jasmani dan rohani; dan
c. diusulkan
oleh Pejabat yang Berwenang.
(2) Calon Pegawai ASN yang telah
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat menjadi Pegawai
ASN oleh Pejabat yang Berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Calon Pegawai ASN yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberhentikan sebagai calon
Pegawai ASN.
Pasal 54
(1) Setiap calon Pegawai ASN pada
saat pengangkatannya wajib mengucapkan sumpah/janji dengan disaksikan oleh
Pejabat yang Berwenang atau Perwakilan.
(2) Sumpah/janji sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
“Demi Allah, saya bersumpah:
Bahwa saya, akan melaksanakan nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
Bahwa saya, akan selalu membela dan mempertahankan kedaulatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
Bahwa saya, akan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya
dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
Bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara dan
martabat Aparatur Sipil Negara, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan
negara dan masyarakat daripada kepentingan
pribadi, seseorang, atau golongan;
Bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau
menurut perintah harus saya rahasiakan;
Bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat
untuk kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Bahwa saya, tidak akan menerima pemberian berupa hadiah dan/atau
janji-janji baik langsung maupun tidak langsung yang ada kaitannya dengan
pekerjaan saya.”
Pasal 55
Pengangkatan calon Pegawai ASN ditetapkan dengan
keputusan Pejabat yang Berwenang.
Pasal 56
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan calon Pegawai
ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) diatur dengan Peraturan
Menteri setelah mendapat pertimbangan KASN.
Bagian Keempat
Jabatan
Pasal 57
(1) Pegawai ASN diangkat dalam pangkat
dan jabatan tertentu pada Instansi atau Perwakilan.
(2) Pengangkatan dan penetapan Pegawai
ASN dalam jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan
berdasarkan perbandingan obyektif antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan
yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan
yang dimiliki oleh pegawai.
(3) Setiap jabatan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan dalam klasifikasi jabatan ASN
yang menunjukkan kesamaan karakteristik, mekanisme, dan pola kerja.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai
kompetensi jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan klasifikasi jabatan yang
memuat jenis dan kategori jabatan pada Instansi dan Perwakilan sebagaiman`
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kelima
Pola Karier
Paragraf 1
Umum
Pasal 58
(1) Untuk menjamin keselarasan
potensi ASN dengan kebutuhan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan
perlu disusun pola karier ASN yang terintegrasi secara nasional.
(2) Setiap Instansi dapat menyusun
pola karier aparaturnya secara khusus sesuai dengan kebutuhan berdasarkan pola karier
nasional.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola karir ASN
secara nasional diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan KASN.
Pasal 59
(1) Setiap Pegawai ASN direkrut
untuk menduduki Jabatan Administrasi dan Jabatan Fungsional yang lowong.
(2) Pegawai ASN dapat berpindah
jalur antar-Jabatan Eksekutif Senior, administrasi, dan fungsional berdasarkan
kualifikasi, kompetensi, dan penilaian kinerja.
Pasal 60
(1) Setiap Pegawai ASN dinaikkan
jabatannya secara kompetitif.
(2) Kenaikan jabatan secara
kompetitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kualifikasi,
kompetensi, dan penilaian kinerja.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
kenaikan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Menteri setelah mendapat pertimbangan KASN.
Paragraf 2
Pengembangan Karier
Pasal 61
(1) Pengembangan karier ASN
dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan penilaian kinerja.
(2) Pengembangan karier ASN
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan integritas
dan moralitas.
(3) Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kompetensi
teknis yang diukur dari tingkat dan spesialisasi pendidikan, pelatihan teknis
fungsional, dan pengalaman bekerja secara teknis;
b. kompetensi
manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan struktural atau manajemen,
dan pengalaman kepemimpinan; dan
c. kompetensi sosial kultural yang diukur dari
pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat majemuk
dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan.
(4) Integritas sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diukur dari kejujuran, kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, kemampuan bekerja sama, dan pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara.
(5) Moralitas sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diukur dari penerapan dan pengamalan nilai-nilai etika agama,
budaya, dan sosial kemasyarakatan.
Paragraf 3
Promosi
Pasal 62
(1) Promosi Pegawai ASN
dilaksanakan berdasarkan hasil penilaian kompetensi, integritas, dan moralitas
oleh Tim Penilai Kinerja Pegawai ASN.
(2) Tim Penilai Kinerja Pegawai ASN
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh pimpinan Instansi masing-masing.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
Tim Penilai Kinerja Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan KASN.
Pasal 63
(1) Promosi dilakukan berdasarkan
perbandingan obyektif antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang
dimiliki calon dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan
oleh jabatan, penilaian atas prestasi kerja, kepemimpinan, kerjasama,
kreativitas, dan pertimbangan dari Tim Penilai Kinerja Pegawai ASN pada
Instansi masing-masing tanpa membedakan gender, suku, agama, ras, dan golongan.
(2) Setiap Pegawai ASN yang
memenuhi syarat mempunyai hak yang sama untuk dipromosikan ke jenjang jabatan
yang lebih tinggi.
(3) Promosi Pegawai Jabatan
Administrasi dan Pegawai Jabatan Fungsional dilakukan oleh Pejabat yang
Berwenang setelah mendapat pertimbangan Tim Penilai Kinerja Pegawai ASN pada
Instansi masing-masing.
Pasal 64
(1) Mutasi merupakan perpindahan
tugas atau perpindahan lokasi dalam satu Instansi Pusat, antar-Instansi Pusat,
satu Instansi Daerah, antar-Instansi Daerah, antar-Instansi Pusat dan Instansi
Daerah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Mutasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat yang Berwenang dalam wilayah kewenangannya.
(3) Pembiayaan sebagai akibat
dilakukannya mutasi dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 65
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan mutasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 64 diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 4
Penilaian Kinerja
Pasal 66
(1) Penilaian kinerja Pegawai ASN
berada di bawah kewenangan Pejabat yang Berwenang pada Instansi masing-masing.
(2) Penilaian kinerja Pegawai ASN
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan secara berjenjang kepada atasan
langsung dari Pegawai ASN.
(3) Penilaian kinerja Pegawai ASN dapat
juga dilakukan oleh bawahan kepada atasannya.
(4) Penilaian kinerja Pegawai ASN
dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat
unit atau organisasi, dengan memperhatikan target, sasaran, hasil, dan manfaat
yang dicapai.
(5) Penilaian kinerja Pegawai ASN dilakukan
secara obyektif, terukur, akuntabel, partisipasi, dan transparan.
(6) Hasil penilaian kinerja Pegawai
ASN disampaikan kepada Tim Penilai Kinerja Pegawai ASN.
(7) Hasil penilaian kinerja Pegawai
ASN dimanfaatkan untuk menjamin obyektivitas dalam pengembangan ASN, dan dijadikan
sebagai persyaratan dalam pengangkatan jabatan dan kenaikan pangkat, pemberian
tunjangan dan sanksi, mutasi, dan promosi, serta untuk mengikuti pendidikan dan
pelatihan.
Pasal 67
Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian kinerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 66 diatur dalam Peraturan KASN.
Bagian Keenam
Penggajian, Tunjangan, Kesejahteraan, dan Penghargaan
Paragraf 1
Penggajian
Pasal 68
(1) Pemerintah wajib membayar
gaji yang adil dan layak kepada Pegawai ASN
sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawab Pegawai ASN.
(2) Gaji sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraan Pegawai ASN.
(3) Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
Paragraf 2
Tunjangan
Pasal 69
(1) Selain gaji sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68, Pegawai ASN juga menerima tunjangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Tunjangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak boleh melebihi gaji.
Pasal 70
(1) Selain gaji sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68, pemerintah daerah dapat memberikan tunjangan kepada
Pegawai ASN di daerah sesuai dengan tingkat kemahalan.
(2) Dalam pemberian tunjangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah wajib mengukur tingkat
kemahalan berdasarkan indeks harga yang berlaku di daerahnya masing-masing.
(3) Tunjangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.
Paragraf 3
Kesejahteraan
Pasal 71
(1) Selain gaji dan tunjangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dan Pasal 69, Pemerintah memberikan jaminan sosial kepada Pegawai
ASN.
(2) Jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menyejahterakan
Pegawai ASN.
Paragraf 4
Penghargaan
Pasal 72
(1) Pegawai ASN yang telah
menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran dan kedisiplinan dalam
melaksanakan tugasnya dianugerahkan tanda kehormatan Satyalancana.
(2) Tanda kehormatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan secara selektif hanya kepada Pegawai ASN yang
memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 73
(1) Setiap penerima tanda
kehormatan berhak atas penghormatan dan penghargaan dari negara.
(2) Penghormatan dan penghargaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. pengangkatan atau
kenaikan jabatan secara istimewa;
b. pemberian
sejumlah uang sekaligus atau berkala; dan/atau
c. hak
protokol dalam acara resmi dan acara kenegaraan.
Pasal 74
(1) Hak memakai Satyalancana
dicabut apabila Pegawai ASN yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin tingkat
berat berupa pemberhenti`n tidak dengan hormat sebagai Pegawai ASN atau tidak
lagi memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pencabutan tanda kehormatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden setelah
mendapat pertimbangan Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan atas usul Pejabat
yang Berwenang.
Pasal 75
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghargaan terhadap Pegawai ASN sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 72, Pasal 73, dan Pasal 74 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Ketujuh
Sanksi dan Pemberhentian
Paragraf 1
Sanksi
Pasal 76
Pegawai ASN yang melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan dikenakan sanksi.
Pasal 77
Jenis pelanggaran yang dilakukan oleh Pegawai ASN terdiri dari:
a. pelanggaran
ringan;
b. pelanggaran
sedang; dan/atau
c. pelanggaran berat.
Pasal 78
(1) Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76
diberikan kepada Pegawai ASN berupa:
a. sanksi administratif; atau
b. sanksi pidana.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 2
Pemberhentian
Pasal 79
(1) Pegawai ASN diberhentikan dengan hormat
karena:
a. meninggal dunia;
b. atas permintaan sendiri;
c. mencapai batas usia pensiun;
d. perampingan organisasi;atau
e. tidak cakap jasmani dan/atau
rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban.
(2) Pegawai ASN diberhentikan
dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena:
a. melanggar sumpah/janji jabatan;
b. tidak setia kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; atau
c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun.
(3) Pegawai ASN diberhentikan tidak dengan hormat karena:
a. melakukan penyelewengan terhadap
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. dihukum penjara atau kurungan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada
hubungannya dengan jabatan; atau
c. melakukan pelanggaran
disiplin tingkat berat.
Pasal 80
Pegawai ASN diberhentikan sementara karena menjadi
tersangka melakukan tindak pidana kejahatan sampai mendapat putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Bagian Kedelapan
Pensiun
Pasal 81
Pensiun pegawai ASN yang berstatus PNS dan pensiun janda/duda diberikan
sebagai jaminan hari tua dan sebagai penghargaan atas pengabdian ASN.
Pasal 82
(1) Pegawai ASN yang berhenti
dengan hormat berhak menerima pensiun apabila telah mencapai batas usia
pensiun.
(2) Pegawai ASN yang telah mencapai
batas usia pensiun, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai ASN.
(3) Usia pensiun bagi Pegawai Jabatan
Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah 58 (lima puluh
delapan) tahun.
(4) Usia pensiun bagi Pegawai Jabatan
Fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(5) Usia pensiun bagi Pejabat Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf c adalah 60 (enam puluh) tahun.
Pasal 83
(1) Sumber
pembiayaan pensiun berasal dari iuran Pegawai ASN yang bersangkutan dan
pemerintah selaku pemberi kerja dengan perbandingan 1 : 2 (satu banding dua).
(2) Pengelolaan
dana pensiun diselenggarakan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pensiun Pegawai ASN diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesembilan
Perlindungan
Pasal 84
(1) Pemerintah
wajib memberikan perlindungan hukum, perlindungan keselamatan, dan perlindungan
kesehatan kerja terhadap Pegawai ASN dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
(2) Perlindungan
hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugasnya dan memperoleh bantuan hukum terhadap kesalahan yang
dilakukan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sampai putusan terhadap perkara
tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap.
(3) Perlindungan
keselamatan dan perlindungan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja,
kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan
lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
BAB XI
PENCALONAN
DAN PENGANGKATAN
DALAM
JABATAN POLITIK DAN JABATAN NEGARA
Pasal
85
Pegawai ASN yang mencalonkan diri untuk jabatan politik
mengajukan permohonan berhenti sebagai Pegawai ASN sejak masa pencalonan.
Pasal
86
(1) Pegawai
ASN yang diangkat pada jabatan negara diberhentikan sementara dari jabatan yang
didudukinya dan tidak kehilangan status sebagai Pegawai ASN.
(2) Pegawai ASN yang tidak menjabat lagi pada jabatan negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diangkat kembali sebagai Pegawai ASN.
Pasal
87
Pejabat eksekutif senior berstatus Pegawai Negeri Sipil yang
tidak menjabat lagi pada jabatan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86
ayat (1) dapat menduduki jabatan
eksekutif senior, jabatan administrasi atau jabatan fungsional.
Pasal
88
Ketentuan
lebih lanjut mengenai Pegawai ASN yang menduduki jabatan politik dan jabatan
negara diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB XII
ORGANISASI
Pasal 89
(1) Pegawai
ASN yang berstatus PNS merupakan anggota Korps Pegawai ASN Republik Indonesia yang
bersifat nonkedinasan untuk menyampaikan aspirasinya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi Pegawai ASN diatur dengan Peraturan
Menteri.
BAB XIII
SISTEM INFORMASI APARATUR SIPIL NEGARA
Pasal 90
(1) Untuk
menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan dalam manajemen
ASN diperlukan Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara.
(2) Sistem
Informasi Aparatur Sipil Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi antar berbagai Instansi.
(3) Untuk
menjamin keterpaduan dan akurasi data dalam Sistem Informasi Aparatur Sipil
Negara, setiap Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memutakhirkan data
secara berkala dan menyampaikannya kepada BKN.
(4) Sistem Informasi
Aparatur Sipil Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
berbasiskan teknologi informasi yang mudah diaplikasikan, mudah diakses, dan
memiliki sistem keamanan yang dipercaya.
(5) BKN
bertanggung jawab atas penyimpanan informasi yang telah
dimutakhirkan oleh Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) serta
bertanggung jawab atas pengelolaan dan pengembangan Sistem Informasi Aparatur
Sipil Negara.
Pasal 91
(1) Sistem Informasi
Aparatur Sipil Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) memuat
seluruh informasi dan data Pegawai ASN.
(2) Data Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. data riwayat hidup;
b. riwayat pendidikan formal dan non form`l;
c. riwayat jabatan dan kepangkatan;
d. riwayat penghargaan, tanda jasa,
atau tanda kehormatan;
e. riwayat pengalaman berorganisasi;
f. riwayat gaji;
g. riwayat pendidikan dan latihan;
h. daftar penilaian pekerjaan; dan
i. surat keputusan.
BAB XIV
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 92
(1) Sengketa
Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif dan Peradilan Tata Usaha
Negara.
(2) Upaya
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari keberatan dan
banding administratif.
(3) Keberatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis kepada atasan
Pejabat yang Berwenang menghukum dengan memuat alasan keberatan dan tembusannya
disampaikan kepada Pejabat yang Berwenang menghukum.
(4) Banding
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Badan
Pertimbangan Aparatur Sipil Negara.
(5) Ketentuan
lebih lanjut mengenai upaya administratif diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB XV
LARANGAN
Pasal 93
Setiap orang dilarang
memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai ASN atau panitia seleksi
penerimaan calon Pegawai ASN agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
bertentangan dengan kewajibannya dalam seleksi penerimaan calon Pegawai ASN.
Pasal 94
Pegawai ASN atau panitia seleksi
penerimaan calon Pegawai ASN dilarang menerima pemberian atau janji dalam
seleksi penerimaan calon Pegawai ASN.
Pasal 95
Setiap orang dilarang
bertindak sebagai perantara dalam seleksi penerimaan calon Pegawai ASN secara
melawan hukum dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Pasal 96
Setiap orang dilarang
memberi atau menjanjikan sesuatu kepada anggota KASN agar berbuat atau tidak
berbuat sesuatu dalam seleksi pengisian Jabatan Eksekutif Senior.
Pasal 97
Anggota KASN atau panitia
seleksi penerimaan calon Pejabat Eksekutif Senior dilarang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan
menyalahgunakan kekuasaannya agar seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau
menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi
dirinya sendiri.
Pasal 98
Setiap
orang dilarang bertindak sebagai perantara dalam seleksi penerimaan calon
Pejabat Eksekutif Senior dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 99
Setiap orang yang memberi atau
menjanjikan sesuatu kepada Pegawai ASN atau panitia seleksi penerimaan calon
Pegawai ASN agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan
kewajibannya dalam seleksi penerimaan calon Pegawai ASN sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 93 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 100
Pegawai ASN atau panitia
seleksi penerimaan calon Pegawai ASN yang menerima pemberian atau janji dalam
seleksi penerimaan calon Pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) dan paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 101
Setiap orang yang bertindak
sebagai perantara dalam seleksi penerimaan calon Pegawai ASN secara melawan
hukum dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 95 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 102
Setiap orang yang memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada anggota KASN agar berbuat atau tidak berbuat
sesuatu dalam seleksi pengisian Jabatan Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 96 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 103
Anggota KASN atau panitia
seleksi penerimaan calon Pejabat Eksekutif Senior yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan
menyalahgunakan kekuasaannya agar seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau
menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi
dirinya sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau
pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 104
Setiap orang yang bertindak
sebagai perantara dalam seleksi penerimaan calon Pejabat Eksekutif Senior dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 105
Ketentuan mengenai pensiun sebagaimana dimaksud
dalam pasal 81 berlaku bagi pegawai ASN yang diangkat sejak 1 Januari 2013.
Pasal 106
Tim Seleksi menyampaikan 7 (tujuh)
orang anggota KASN terpilih kepada Presiden untuk ditetapkan paling lambat 3
(tiga) bulan setelah Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 107
Sistem Informasi Aparatur
Sipil Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 dan Pasal 91 dilaksanakan
secara nasional paling lambat tahun 2012.
Pasal 108
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus sudah
ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 109
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Pegawai Negeri Sipil
Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah disebut sebagai Pegawai ASN.
Pasal 110
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 111
Ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai kode etik dan penyelesaian pelanggaran
terhadap kode etik bagi Jabatan Fungsional tertentu dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 112
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua
peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890) dinyatakan
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 113
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kepegawaian harus
disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 114
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal ...
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
SUSILO BALBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal ...
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
APARATUR SIPIL NEGARA
I. PENJELASAN UMUM
Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), diperlukan
Aparatur Sipil Negara yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih
dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan
publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan
dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Tujuan Nasional seperti tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945 ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial.
Untuk mewujudkan tujuan nasional, dibutuhkan pegawai Aparatur Sipil Negara.
Pegawai Aparatur Sipil Negara diserahi tugas untuk melaksanakan tugas pelayanan publik,
tugas pemerintahan dan tugas pembangunan tertentu. Tugas pelayanan publik dilakukan
dengan memberikan pelayanan atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan pegawai Aparatur Sipil Negara. Adapun tugas
pemerintahan dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan fungsi umum pemerintahan
yang meliputi pendayagunaan kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan.
Sedangkan dalam rangka pelaksanaan tugas pembangunan tertentu dilakukan melalui
pembangunan bangsa (cultural and
political development) serta melalu pembangunan ekonomi dan sosial (economic and social development) yang
diarahkan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh masyarakat.
Untuk dapat
menjalankan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan
tertentu, pegawai Aparatur Sipil Negara harus memiliki profesi dan manajemen Aparatur Sipil
Negara yang berdasarkan pada asas merit atau perbandingan antara kompetensi,
kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kompetensi,
kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh calon dalam rekrutmen,
pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola
pemerintahan yang baik.
Manajemen Aparatur Sipil Negara perlu diatur secara
menyeluruh, dengan menerapkan norma, standar, dan prosedur yang seragam
meliputi penetapan kebutuhan dan pengendalian jumlah; pengadaan; jabatan; pola karier; penggajian, tunjangan,
kesejahteraan, dan penghargaan; sanksi dan pemberhentian; pensiun; dan
perlindungan. Dengan adanya keseragaman, diharapkan akan tercipta
penyelenggaraan manajemen Aparatur Sipil Negara yang memenuhi standar
kualifikasi yang sama di seluruh Indonesia.
Dalam upaya menjaga netralitas Aparatur Sipil Negara
dari pengaruh partai politik, dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan
persatuan Aparatur Sipil Negara, serta dapat memusatkan segala perhatian,
pikiran, dan tenaga pada tugas yang dibebankan, Aparatur Sipil Negara dilarang
menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Untuk meningkatkan produktivitas
dan menjamin kesejahteraan Aparatur
Sipil Negara, dalam Undang-Undang ini ditegaskan bahwa Aparatur Sipil Negara
berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban kerja dan
tanggung jawabnya. Selain itu, Aparatur Sipil Negara berhak memperoleh jaminan
sosial. Baik pemberian gaji maupun jaminan sosial diselenggarakan oleh
Pemerintah.
Dalam rangka penetapan kebijakan manajemen Aparatur
Sipil Negara, dibentuk Komisi Aparatur Sipil Negara
yang mandiri dan bebas dari intervensi politik. Pembentukan Komisi
Aparatur Sipil Negara ini untuk merumuskan
peraturan tentang pelaksanaan standar, norma, prosedur, dan kebijakan mengenai
Aparatur Sipil Negara. Komisi Aparatur Sipil Negara beranggotakan 7 (tujuh)
orang, yang terdiri dari seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua
merangkap anggota, dan 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur
pemerintah, akademisi, tokoh masyarakat, dan wakil daerah. Ketua, wakil ketua,
dan anggota Komisi Aparatur Sipil Negara ditetapkan dan diangkat oleh Presiden sebagai
Kepala Negara untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun, dan hanya dapat
diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Bagi
Pegawai Aparatur Sipil Negara dan anggota Komisi Aparatur Sipil Negara yang
melanggar ketentuan dalam Undang-Undang ini dikenai sanksi administrasi
dan/atau sanksi pidana. Sanksi administrasi diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah, sedangkan sanksi pidana berupa pidana penjara dan/atau
pidana denda.
Untuk membentuk Aparatur Sipil Negara yang mampu menyelenggarakan
pelayanan publik dan menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan
Negara Kesatuan Republik Indonesia,
perlu mengganti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian.
II. PASAL
DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2 &nbrp;
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum”
adalah dalam setiap kebijakan penyelenggaraan ASN, mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas profesionalitas”
adalah mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas proporsionalitas”
adalah mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Pegawai ASN.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan”
adalah pengelolaan Pegawai ASN didasarkan pada satu sistem pengelolaan yang
terpadu secara nasional.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas delegasi” adalah
bahwa sebagian kewenangan pengelolaan ASN dapat didelegasikan pelaksanaannya
kepada kementerian, Lembaga Pemerintah Nonkementerian, dan pemerintah daerah.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas netralitas” adalah
bahwa setiap Pegawai ASN tidak berpihak
dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan
siapapun.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas”
adalah bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan ASN harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas persatuan dan
kesatuan” adalah bahwa Pegawai ASN sebagai perekat Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “asas keadilan dan kesetaraan”
adalah bahwa pengaturan penyelenggaraan ASN harus mencerminkan rasa keadilan dan kesamaan untuk memperoleh kesempatan akan
fungsi dan peran sebagai Pegawai ASN.
Huruf j
Yang dimaksud dengan “asas kesejahteraan”
adalah bahwa penyelenggaraan ASN diarahkan untuk mewujudkan peningkatan
kualitas hidup Pegawai ASN.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pegawai tidak tetap pemerintah”
antara lain tenaga ahli, dokter, perawat, guru, dan dosen yang diangkat
berdasarkan perjanjian kerja.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “bidang tertentu” adalah
bidang yang tidak berhubungan langsung
dengan tugas pemerintahan dan tugas pembangunan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “perusahaan jasa penyedia tenaga kerja” perusahan yang
menyediakan jasa tenaga kerja antara lain untuk petugas kebersihan, petugas
keamanan internal, pengantar surat.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
“Jabatan Fungsional” antara lain: jaksa, guru, dosen, peneliti, perancang
peraturan perundang-undangan, dan auditor.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
“pejabat struktural tertinggi” antara lain Wakil Menteri, Sekretaris Jenderal,
Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal,
Sekretaris Daerah, dan Kepala Lembaga
Pemerintah non Kementerian.
Yang dimaksud dengan
“staf ahli” antara lain Staf Ahli Presiden, Staf Ahli Pimpinan Lembaga Negara,
dan Staf Ahli Menteri.
Yang dimaksud dengan
“analis kebijakan” adalah pejabat fungsional yang memiliki pangkat dan golongan
tertinggi dalam jabatannya.
Yang dimaksud dengan
“pejabat lainnya” adalah jabatan-jabatan selain yang disebutkan dan diatur
berdasarkan undang-undang.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan
“persyaratan lain” antara lain bersedia ditempatkan di seluruh instansi dan
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Skala gaji Pejabat Eksekutif Senior
berdasarkan perbandingan dengan rata-rata gaji eksekutif Badan Usaha Milik
Negara dan perusahaan swasta.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Huruf a
Yang dimaksud dengan “adil dan layak” adalah bahwa gaji, tunjangan, dan
kesejahteraan Pegawai ASN harus mampu memenuhi kebutuhan hidup kelu`rganya,
sehingga Pegawai ASN yang bersangkutan dapat memusatkan perhatian, pikiran, dan
tenaganya untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup
jelas.
Huruf
d
Yang
dimaksud dengan “biaya perawatan” adalah biaya bagi Pegawai ASN yang mengalami
kecelakaan dalam dan sebagai akibat menjalankan tugas kewajibannya.
Huruf
e
Cukup
jelas.
Huruf
f
Yang
dimaksud dengan “uang duka” adalah uang yang diberikan oleh pemerintah kepada
keluarga dari Pegawai ASN yang meninggal dunia.
Huruf
g
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Yang dimaksud dengan “mandiri” adalah dalam
pengambilan keputusan, KASN tidak diintervensi oleh berbagai pihak, baik
Pemerintah maupun lembaga negara lainnya.
Pasal 29
Huruf a
Yang dimaksud dengan
“asas profesionalitas” adalah bahwa KASN
mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan
“asas keadilan” adalah bahwa KASN dalam menyelenggarakan manajemen ASN harus
mencerminkan keadilan secara proporsional tanpa
kecuali.
Huruf c
Yang dimaksud dengan
“asas nondiskriminasi” adalah bahwa dalam penyelenggaraan manajemen ASN, KASN
tidak membedakan perlakuan berdasarkan gender, suku, agama, ras dan golongan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan
“asas tidak memihak” adalah bahwa KASN tidak
berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada
kepentingan siapapun.
Huruf e
Yang dimaksud dengan
“asas keterbukaan” adalah bahwa dalam penyelenggaraan manajemen ASN bersifat
terbuka untuk publik.
Huruf f
Yang dimaksud dengan
“asas akuntabilitas” adalah bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan
KASN harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf g
Yang dimaksud dengan
“asas kerahasiaan” adalah bahwa dalam menjalankan tugas KASN tidak
mempublikasikan Pejabat Eksekutif Senior yang dipilih sampai ditetapkan oleh
Presiden. Asas kerahasiaan juga diterapkan oleh KASN dalam menjaga informasi
mengenai kebijakan yang menyangkut rahasia negara.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Dalam membuat pertimbangan, KASN dapat meminta informasi dari BKN dan
Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang keuangan.
Ayat (5)
Cukup
jelas.
Ayat (6)
Cukup
jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Yang dimaksud dengan “secara terbuka” adalah mengumumkan
kepada publik calon yang lulus maupun yang tidak lulus.
Yang dimaksud dengan “luas” adalah mengumumkan melalui
media massa lokal dan/atau nasional dan melalui website.
Yang dimaksud dengan “informatif”
termasuk mengumumkan hasil penilaian dan peringkat.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pada waktu pengucapan
sumpah/janji lazimnya dipakai frasa tertentu sesuai dengan agama masing-masing,
misalnya untuk penganut Agama Islam didahului dengan frasa “Demi Allah”, untuk
penganut Agama Protestan dan Katolik diakhiri dengan frasa “Semoga Tuhan
menolong saya”, untuk penganut Agama Budha didahului dengan frasa “Demi Hyang
Adi Budha”, dan untuk penganut Agama Hindu didahului dengan frasa “Om Atah
Paramawisesa”.
Pasal 55
Pasal 114
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...